Minggu, 26 Juli 2020

Karyawan beberapa jam ๐Ÿ˜Ž

     "Coba kamu pikir-pikir dulu lagi, kalau misalkan kerja disini 'kan bisa sambil mengajar," Mama pelan menyampaikan.

     "Tapi, kenapa tiba-tiba bilang seperti ini? Saat aku sudah tanda tangan kontrak, sudah sepakat buat besok mulai bekerja?" tanyaku dengan mata mulai berkaca-kaca. Sementara kulihat Bapak hanya duduk diam sambil membaca koran, seakan tidak ingin terlibat pembicaraan ini. 

    Aku baru saja tiba di  rumah setelah maghrib dari kota Bontang, tepatnya sebelum masuk ke kota, aku menuju ke sebuah perusahaan tambang batubara yang cukup besar. Ya, aku diterima bekerja di perusahaan tersebut melalui serangkaian tes dengan banyak peserta. Aku baru saja lulus dan wisuda, dan langsung mengikuti tes tersebut atas anjuran kepala jurusan tempat aku kuliah. 

    Saat itu yang diterima hanya 3 orang termasuk diriku. Senang sudah pasti, karena banyak orang yang ingin masuk ke perusahaan tambang besar ini. Dan saat diberitakan diterima, aku harus menemui pihak HRD dan Manager Accounting di perusahaan tersebut untuk interview akhir dan tanda tangan kontrak. Dan akhirnya, aku menandatangani surat perjanjian kerjaku dan aku resmi jadi karyawan di perusahaan tersebut. Pagi itu aku diantar oleh Bapak dan saudaraku. Sebenarnya saat itu aku baru beberapa minggu bekerja di satu bank swasta, sehingga aku mau tidak mau minta ijin urusan keluarga.

     "Bukan begitu, kamu disana itu mess-nya di kota, perjalanan lagi dari lokasi perusahaan. Bapak khawatir...," Mama menambahkan. 

   "Ma, seharusnya dari awal aku tidak berangkat kesana, 'ngga perlu aku sampai tanda tangan kontrak, kalau pada akhirnya Bapak tidak setuju. Kenapa Bapak semangat mengantar aku tadi?" 

   "Yaa... pada awalnya kami pikir mess-nya ada dilokasi, tapi kamu bilang untuk wanita mess harus di kota. Mama... mama juga berpikir sama dengan Bapak," bergetar suara mama. Aku tahu, mama sebenarnya pun berat dan sedih mengatakan, karena tahu pasti aku akan kecewa, sementara aku begitu semangat mengikuti alur tes masuk, apalagi di sebuah perusahaan besar. 

    "Pak, kenapa 'dak ngomong," tanyaku yang sudah mulai berurai airmata. 

   "Maafkan Bapak, Ya. Bapak... bapak itu 'ga mau kamu capek. Lokasi dan kota itu jaraknya juga lumayan," pelan Bapak bicara. "Ya, kalau disini, kamu bisa sambil mengajar di kampus, nanti kalau memang mau cari kerja lain disini juga bisa," sambung bapak hati-hati. Bapakku seorang dosen dan dekan di satu universitas swasta di kota ini. Beliau memang menawariku untuk mengajar, sementara sebagai asisten dosen, karena aku masih berpendidikan jenjang Strata 1 (S1). 

    Akhirnya, aku hanya berkata bahwa besok aku akan buat surat pengunduran diri. Aku hanya karyawan beberapa jam saja disana. Bahkan aku belum mengerjakan pekerjaanku, hanya mengesahkan status sebagai karyawan. Aku katakan perihal surat pengunduran diri yang akan kukirim esok hari dengan nada kecewa, menangis, tapi aku tidak bisa melawan dan memaksa, karena aku juga tidak mau bekerja tanpa restu orangtua. Aku benar-benar sedih dan sangkal di hati. Pekerjaan baik di tempat bagus, dengan pendapatan saat itu sudah cukup baik bagi 'fresh graduate' sepertiku, dalam hitungan jam setelah kuterima, harus aku lepas. Butuh waktu untuk aku mencoba melupakan dan berpikir bahwa ini memang bukan rejekiku dan karena orangtua sayang kepadaku. Pihak HRD pun keesokkan harinya terkejut menerima surat pengunduran diriku melalui 'facsimile dan email'. Untung saja mereka mau mengerti situasi dan kondisi keluargaku, yang kucantumkan sebagai alasan pengunduran diriku, walaupun dengan berat hati dan masih berharap aku berubah pikiran. 

   Tapi, sekali lagi, memang mungkin ini bukan rejekiku, bukan 'jalanku'. Rasa kecewa dan sedih sangat terlihat di wajahku selama beberapa waktu. Aku tahu mama dan bapak pun terlihat merasa bersalah. Aku coba menerima dengan lapang dada bahwa aku akhirnya tidak dapat bekerja disana, dan kembali bekerja seperti biasa sembari menerima tawaran untuk menjadi asisten dosen untuk beberapa waktu mendampingi dosen utama. Kadang memang yang kita inginkan belum tentu Allah berikan. Kita harus menerima itu setelah melakukan usaha semaksimal mungkin. Dan kemudian Allah memberikan apa yang aku butuhkan, yaitu pekerjaan lain yang sesuai dengan apa yang aku pelajari.




#pengalaman 
#tulisanchindis 
#tantangan2day11 
#30harisemangatmenulis 
#30harifreewritting 
#30haribercerita 
#rumbelmenulisipsamkabar 
#komunitasipsamkabar  

Bundles of Stories - Simplicity Writing

Waktu itu Berharga

    Aku menutup buku catatan harianku setelah selesai menuliskan rencana kegiatan untuk esok hari. Ini satu diantara kegiatan di akhir har...