Senin, 22 Februari 2021

Kisah Cinta Layla Majnun (Layla dan Samir)

Mendengar dua kata ini, Layla Majnun, mungkin pikiran orang akan ada yang seperti saya (dibeberapa tempat saya temukan penulisannya adalah Laila Majnun). Sebuah kisah percintaan yang berakhir tragis, antara Layla dan Qays, dua orang dengan latar belakang keluarga yang berbeda, yang kemudian keduanya jatuh cinta namun tak dapat bersatu. Sang pemuda, Qays, akhirnya pun menjadi seorang yang dianggap gila karena tidak memikirkan lagi tentang dirinya sendiri, semua hanya tentang Layla dan Layla, sehingga orang sekelilingnya menyebutnya Majnun yang artinya gila.

Kisah percintaan ini konon berasal dari tanah Arab, yang kemudian terus dikisahkan turun temurun, dan akhirnya seorang pujangga Persia berasal dari Azerbaijan di abad ke-19 yang bernama Nizami Ganjavi merangkai dengan indah kisah Layla Majnun. Kisah ini pun kemudian banyak diterjemahkan ke bahasa lain. Saya belum pernah membaca bukunya, hanya sering mendengar dan membaca sekilas dari media sosial.

Kesohoran cerita Layla Majnun ini pun akhirnya dituangkan, diadaptasi menjadi sebuah karya film layar lebar karya Monty Tiwa. Tentu saja saat mengetahui kisah cinta ini difilmkan, saya jadi tak sabar ingin melihatnya. Ditambah pemeran film ini adalah pemain yang menurut saya hebat dan berkarakter, seperti Reza Rahadian dan Acha Septriasa. Mereka sebelumnya pun pernah bertemu di lain film, jadi sudah tak perlu diragukan lagi acting mereka.

Adaptasi film Layla Majnun yang baru saja rilis di awal bulan Februari 2021 (yang mundur dari tahun 2020 karena adanya pandemi), dimulai dari sekilas cerita seorang anak gadis bernama Layla Mashabi, yang kehilangan ayahnya yang seorang dalang dan mempunyai banyak kenangan manis dengannya. Ia dan ibunya pun terpaksa harus tinggal dengan pamannya, karena ayahnya meninggalkan banyak hutang sehingga rumah dan wayang-wayang peninggalan ayahnya harus dijual sang paman. Hanya tersisa wayang Sumbadra dan sebilah keris yang disimpannya.

Tahun berlalu, Layla sudah menjadi seorang guru dan telah menerbitkan sebuah novel. Dia seorang yang sangat menyayangi ibunya, karirnya dan mencari cinta yang benar-benar dari hatinya. Namun demi nama keluarga, mau tidak mau ia menerima perjodohan dengan Ibnu, seorang calon bupati yang ayahnya banyak membantu Layla dan ibunya. Dan suatu ketika, Layla berkesempatan menjadi dosen tamu di Azerbaijan. Layla yang sudah menerima lamaran Ibnu untuk menikah, menjadi bimbang saat seorang pemuda setempat, sepertinya jatuh hati kepadanya. Samir namanya. Ya, sejak awal kedatangan Layla di Azerbaijan, ia bertemu dengan Samir, dan ternyata Samir menjadi salah satu mahasiswa tempatnya menjadi dosen tamu.

Film ini menyuguhkan keindahan tempat dan bangunan di Azerbaijan, seperti patung Nizami Ganjavi, bangunan-bangunan bersejarah, dan pemandangan kota Baku dimalam hari. Singkat kata, Layla pun merasakan cinta terhadap Samir. Samir pandai merangkai kata-kata indah namun bermakna, yang membuat Layla pun mengaguminya. Namun ia terhalang oleh janjinya kepada Ibnu, yang akhirnya menyusul ke Azerbaijan menjemput Layla untuk pulang. Ibnu pun mengetahui bahwa Layla dan Samir terjadi sesuatu dan ia tidak suka akan hal itu.

Layla pulang ke Indonesia tanpa bertemu Samir dan hanya menitipkan wayang Sumbadra kepada Ilham (seorang yang menetap di Azerbaijan dan sudah dianggap Layla sebagai adik). Samir merasa hancur sehingga ia pun menyendiri ke suatu tempat berhari-hari sampai akhirnya Ilham datang menyerahkan wayang itu dan memberikan semangat padanya, menyampaikan padanya bahwa Layla pun mempunyai perasaan yang sama dengan Samir.

Begitupun dengan Samir, Layla pun selalu memikirkan Samir, sampai akhirnya sang ibu pun menyerahkan semua keputusan kepada Layla, untuk memilih sesuai kata hatinya. Samir datang ke kota Layla, berkat bantuan Ilham mereka berjanjian untuk bertemu di sebuah jembatan. Namun, paman Layla ternyata memberitahu Ibnu, sehingga mereka dihadang oleh Ibnu dan anakbuah bapaknya. Pertikaian terjadi dan berakhir dengan mati tertembaknya paman Layla. Tak ingin kejadian itu diketahui orang, bapak Ibnu menyuruh orang untuk membuang Layla dan Samir dengan menceburkannya ke sungai di bawah jembatan itu.

Ini adegan yang cukup bikin saya menahan nafas, sedikit tegang πŸ˜…. Menebak-nebak apa yang akan terjadi. Apalagi saat akhirnya Samir dan Layla benar-benar diceburkan ke sungai dengan batu pemberat diikat pada kaki mereka. Apakah Layla dan Samir pun akan berakhir tragis seperti kisah Layla dan Qays? Adegan mereka tenggelam dan terlihat sudah tak dapat menahan nafas dalam air beberapa detik itu membuat saya berpikir, okelah, sesuai dengan novelnya, sad ending. Tapi detik berikutnya, sang ibu menjadi penyelamat cinta dua insan ini, menceburkan diri ke dalam sungai dan memotong ikatan tali pemberat. Fiuh, rasanya saya seperti plong, kisah Layla Majnun kali ini happy ending πŸ₯°.

Ini film yang menurut saya bagus, penuh kata-kata indah. Seperti salah satunya yang dikatakan Samir kepada Layla, bahwa tidak ada cinta di dunia ini yang salah. Wah, kalimat ini semoga tidak disalahgunakan, ya ☺. Cinta memang tidak salah, asalkan benar saat menjalaninya, benar begitu, bukan? 😍Nah, bagi yang belum menonton, bisa jadi referensi tontonan saat bersantai. Kalau mau baca novelnya dulu, boleh juga 😊. Tenang saja, walaupun saya sudah sedikit bercerita disini, tapi tetap akan berbeda atmosfernya saat ditonton langsung, percayalah. 

《cyndiealia - 22022022》

pic: ebooks.gramedia.com

pic: imdb.com

Referensi:
- film Layla Majnun (2021)
- wikipedia

#laylamajnun
#reviewfilmchindis
#chindismenulis
#belajarmenulis
#tulisansantai
#KLIP
#KLIP2021
#Februarike22


Bundles of Stories - Simplicity Writing

Waktu itu Berharga

    Aku menutup buku catatan harianku setelah selesai menuliskan rencana kegiatan untuk esok hari. Ini satu diantara kegiatan di akhir har...