Selasa, 02 Maret 2021

Aku Ingin Begini, Aku Ingin Begitu : Cita-citaku

Sekilas nampak seperti lirik lagu dari  soundtrack serial kesukaan anak-anak berjudul Doraemon. Iya, itu adalah lirik awal pada lagu tersebut. Siapa yang tidak pernah dalam hidupnya berkata demikian? Mungkin saja ada, tapi saya pernah 😊. Selain saat menyanyikan theme song ini tentunya, setiap sedang berdoa pun kadang mengatakan demikian, bahwa aku ingin ini atau aku ingin itu. Ya, paling tidak ini terjadi pada saya sendiri.

Saat mulai mengenal apa itu cita-cita di usia kanak-kanak, saya ingin sekali menjadi seorang guru. Asal muasalnya tidak begitu jelas, mungkin karena ayah yang kebetulan adalah seorang dosen. Namun seingat saya saat masih duduk di bangku sekolah dasar, saya suka melihat bagaimana guru-guru mengajar, dengan keunikan dan caranya masing-masing mengajarkan pelajaran yang menurut saya bahwa guru saya ini pintar dan tahu banyak ilmu pengetahuan. Lalu betapa guru sangat dihormati dan disayang oleh anak-anak muridnya, walaupun ada yang galak diantara yang baik dan lembut.

Karena senang dengan sosok guru, walaupun saya tidak begitu pintar, terkadang pernah ikut membantu guru untuk membantu teman yang tidak paham sejauh yang saya ketahui. Namun seiiring waktu beranjak ke bangku sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas, saya tertarik untuk mempelajari psikologi. Ya, saya berubah keinginan untuk menjadi seorang psikolog. Alasannya mungkin terlihat aneh, lucu bahkan terlalu absurd 🀭. Yaitu, karena saya sering menjadi tempat untuk mendengarkan teman-teman bercerita (istilahnya semacam curhat alias menumpahkan curahan isi hati). Selain itu karena rasa keminderan saya terhadap sesuatu dan juga ada beberapa kejadian yang sering saya temui pada teman atau orang lain, sehingga membuat saya berpikir mengapa dan kenapa mereka mengalami hal itu. Hal ini yang menurut saya mendalami ilmu psikologi seperti bisa menjawab apa yang saya rasakan dan pertanyakan. Aneh, ya? 😊.

Lulus dari sekolah menengah atas dan tiba saat untuk memilih melanjutkan ke jenjang perkuliahan. Mungkin saya sedang tak beruntung atau memang tidak Allah izinkan untuk melanjutkan pendidikan dalam bidang psikologi. Ayah tak mengizinkan karena menurut beliau untuk apa mengurusi (maaf) orang yang kurang waras. Walaupun sudah diberikan penjelasan bahwa psikologi yang ingin saya ambil bukan tentang itu, tapi entahlah, mungkin kekurangan informasi menyebabkan izin itu tak diberikan. Tapi, saya juga paham, saat itu jurusan psikologi yang diinginkan berada di luar pulau. Jadi, cukup berpikir positif saja dalam hati, bahwa saya anak pertama dan masih ada dua adik yang juga membutuhkan biaya, lalu ayah tak ingin anak perempuannya jauh darinya.

Banting stir melanjutkan perkuliahan di jurusan akuntansi, yang menurut ayah akan lebih mudah mencari pekerjaan. Saya yang tak begitu menyukai bidang ekonomi akuntansi ini mau tak mau menerima dan menjalani, lalu berusaha untuk segera menyelesaikannya dalam waktu tepat empat tahun dengan nilai yang cukup memuaskan bagiku. Tak ada lagi sudah pikiran tentang cita-cita menjadi seorang psikolog. Cita-cita sebagai guru pun tak terlintas lagi, setelah gagal tes sebagai dosen dan memang tak ingin mencobanya lagi, walaupun sempat setengah tahun mencoba menjadi pengganti dosen utama di universitas tempat ayah mengajar.

Akhirnya saya bekerja pada perusahaan yang sesuai dengan bidang ilmu saat kuliah. Sebenarnya walaupun cita-cita sebagai seorang psikolog maupun guru tak tercapai secara profesional, namun saya merasa dalam keseharian bisa mempergunakan sebagian kecil dari cita-cita yang kesampaian itu. Dilingkup pekerjaan, saya diberi tugas juga untuk mengajari anak magang. Terkadang saya juga membantu teman yang membutuhkan pendengar bahkan saran atas sesuatu yang terjadi padanya. Dan sekarang pun, secara informal bisa menjadi guru dan psikolog pribadi bagi suami dan anak-anak sendiri πŸ₯°, tentunya untuk hal-hal yang masih bisa ditangani sendiri, karena untuk yang lebih kompleks tentunya hanya yang profesional ahlinya. Paling tidak masih bisa menyalurkan keinginan yang tak tercapai dalam cara lain, ya kan ☺.

Ya, intinya cita-cita saya secara formal mungkin tidak tercapai. Tak muluk-muluk bagi saya saat ini, cita-cita yang ingin dicapai adalah menjadi orangtua dan guru yang baik buat anak-anak, menjadi istri yang sholehah buat suami, menjadi anak yang berusaha untuk selalu berbakti pada orangtua, juga menjadi orang yang bisa bermanfaat (bukan dimanfaatkan 😊) dan baik kepada yang lainnya. Sederhana saja tapi memang membutuhkan usaha untuk selalu menuju ke arah itu. Selain itu, saat ini lagi punya keinginan (atau cita-cita, ya?) bisa menulis dengan bail, lalu mempunyai rumah kos, dan sebuah usaha ☺.  Semuanya melalui proses dan berusaha saja, tentunya jika Allah mengizinkan, biidznillah.




#chindismenulis
#belajarmenulis
#KLIP2021
#Maretke2
#tantanganharike5
#temadiriku
#citacita
#rumbelmenulisipsamkabar
#komunitasipsamkabar

Bundles of Stories - Simplicity Writing

Waktu itu Berharga

    Aku menutup buku catatan harianku setelah selesai menuliskan rencana kegiatan untuk esok hari. Ini satu diantara kegiatan di akhir har...