Saat itu lebaran hari ketiga, dimana kami memutuskan untuk berangkat ke kota Balikpapan, karena anak-anak sekolah masih libur dan suami yang berdinas di kota itu sudah harus masuk kerja di hari Senin. Rumah sudah kami rapikan, termasuk menaikkan ke tempat lebih tinggi untuk beberapa barang yang posisinya dilantai, karena rencana akan ditinggal seminggu dan khawatir jika hujan deras akan ada air dari luar yang mampir. Namun biasanya air masuk paling tinggi hanya sebetis.
Sabtu sorenya saat sudah di Balikpapan, kami dengar kabar di Samarinda hujan deras dan beberapa wilayah banjir, termasuk rumah kami. Informasi itu juga kami dapat dari tetangga kos-kosan depan rumah. Kami pikir itu hanya banjir seperti biasa, air masuk juga mungkin cepat surut dan tinggal kemudian akan kami bersihkan seperti biasa. Sebenarnya saat sebelum hari lebaran, Samarinda dan juga daerah bagian utara hujan deras, bahkan saat lebaran pun ada yang diberitakan bahwa beberapa rumah telah menggenang air. Berita akses jalan ke bandara Samarinda pun beredar, sehingga banyak penumpang pun gagal berangkat.
Rumah kami biasanya jika hujan sangat deras, memang terkadang masuk air dari belakang dan itu hanya sebatas mata kaki, paling tinggi sebetis dan air masih berwarna putih walau agak keruh. Namun ternyata, di hari minggu siang aku menerima kabar dari adik yang ada di Samarinda bahwa air banjir naik sampai ke lutut dan warna air sudah coklat. Menuju malam hari air semakin naik dan mencapai batas paha di hari Senin pagi. Akhirnya adikku terpaksa mengungsi ke penginapan sebab dirumah mati lampu dan ada bayi dan batita. Dirumah pun kondisi berantakan karena tumpukan barang-barang yang sempat dibawa naik ke lantai 2.
Banjir besar itu berlangsung sekitar 6 hari, dan sekitar hari ke-7 baru benar-benar surut. Hari sabtu pun aku pulang ke Samarinda, dan kondisi rumah sangat berantakan. Lumpur dimana-mana, pot berhamburan, dan kondisi didalam rumah pun seperti 'kapal pecah'. Meja makan besar bergeser, kursi terbalik, kaca lemari pecah, dan ada beberapa box berisi baju dan perkakas basah kemasukan air lumpur. Waktu masuk ke dalam rumah, kami sekeluarga pastinya sedih, tapi kemudian kami tertawa menghilangkan rasa pusing melihat keadaan rumah, sambil berbincang ini mulai darimana membersihkannya karena semua lumpur rata masuk ke seluruh bagian rumah.
Akhirnya kami mulai membersihkan keesokkan harinya, seingat saya hari Minggu pagi sewaktu air benar-benar surut di parit. Kami bagi tugas agar cepat selesai. Tidak mudah membersihkan bekas banjir, karena harus mengeluarkan dahulu barang-barang, lalu mulai membersihkan. Kasur tempat tidur mama pun jadi korban. Buku-buku almarhum bapak separuh lemari pun basah. Baju-baju anakku yang ada di bagian bawah seluruhnya kemasukkan air banjir. Sungguh ini bukan hanya badan yang lelah tapi juga pikiran. Namun dan keluarga berusaha tenang dan pelan-pelan membersihkan, bersyukur saja kepada Allah agar semua bisa kembali sediakala.
Keesokkan harinya kami sempat dibantu oleh mahasiswa dari universitas tempat bapak dulu mengajar. Mereka mengadakan bakti sosial dan menyempatkan kerumah kami atas arahan seorang dekan yang dulunya adalah mahasiswa bapakku. Mereka membantu mengangkut begitu banyaknya sampah, dua kasur mama, kulkas lama yang sudah hancur, kemudian sekalian buku-buku bapak yang basah dan yang masih bisa digunakan. Memang sudah lama aku mau memilah buku-buku bapak untuk diberikan ke perpustakaan universitas. Bahkan ada seorang mahasiswa yang sempat meminta Al Quran terjemahan bapakku, dan karena aku memang tidak menggunakannya karena memiliki sendiri, jadi aku berikan dan begitu senangnya mahasiswa itu sebab terjemahan itu memang yang dia pernah cari, entah mungkin dari versi atau penerjemahnya.
Banjir besar ini dulu pernah terjadi 10 tahun yang lalu. Aku juga tidak mengerti kenapa sampai separah itu. Ya, memang kekuasaan Allah yang memberikan musibah tersebut. Namun sebagai manusia, mungkin kita ada salah dalam mengelola lingkungan, sehingga saat hujan deras dan lama, air tidak ada penyerapan karena sudah mulai banyak gedung, penebangan tanpa reboisasi, maupun tambang-tambang. Belum lagi dengan banyaknya sampah yang ada didalam parit, got dan sungai. Banjir ini kemarin terjadi lagi di bulan Januari dan Mei. Harapanku kedepannya, ada solusi untuk masalah banjir, bukan hanya dari pemerintah, tapi kita sebagai pribadi pun mencoba mulai dari hal kecil