Jumat, 25 September 2020

Bersyukur dan Bahagia (Pandemi atau Tidak)

 Bersyukur dan Bahagia


Sejak beberapa bulan terakhir ini, wabah penyakit global atau pandemi covid19 sedang melanda sebagian besar negara-negara di belahan dunia ini, dan Indonesia termasuk diantaranya. Di Indonesia pun penyebaran pandemi ini cukup membuat semua orang jadi khawatir.
Virus ini seingat saya mulai terdengar di penghujung tahun 2019 yaitu di negara tetangga. Tidak ada yang menyangka virus itu pun menghampiri negara ini di awal tahun 2020, tepatnya jika tidak salah mengingat sekitar bulan Februari. Lalu sekitar bulan Maret, akhirnya wabah itu tiba di kota ini dan membawa perubahan di dalam kehidupan sehari-hari.
Hal yang mengalami perubahan dan dampak pandemi diantaranya adalah anak-anak belajar di rumah karena sekolah diperintahkan untuk diliburkan. Sebagian pekerja pun ada yang bekerja dari rumah, namun untuk sebagian profesi terpaksa harus tetap bekerja di kantornya. Beberapa tempat umum ada yang sebagian ditutup dan sebagian masih boleh buka namun dengan batasan waktu dan peraturan standar kesehatan.
Di awal pandemi menghampiri kota ini, saya hanya merasa sedikit berat dengan pemindahan kegiatan belajar dari rumah karena saya harus menghadapi tiga anak yang berbeda usia dengan perbedaan tingkat pelajaran sekolah. Mau tidak mau, suka atau tidak suka, sebagai orangtua saya tetap harus mendampingi anak-anak belajar dan menjelaskan materi-materi yang dikirimkan oleh para guru jika mereka tidak mengerti. Saya harus kembali memutar ingatan tentang pelajaran saat itu dan ikut mempelajarinya untuk kemudian saya jelaskan kepada mereka. Tak jarang, intonasi suara dan emosi bisa meningkat jika mendapati anak-anak tidak mengerti. Namun saya bisa memahami bahwa proses ini juga tidak mudah bagi anak-anak dan juga guru mereka.
Di awal pemberlakuan pembatasan aktivitas, pemerintah daerah juga mengeluarkan peraturan untuk masuk atau keluar kota ini, sebab kota tetangga cukup tinggi angka kasus penderita virus. Setiap warga yang akan melintas masuk ke kota ini, akan melewati pemeriksaan identitas dan kesehatan tubuh melalui pengukuran suhu, meskipun ternyata hal ini tidak berlangsung lama. Sebab saat saya memutuskan untuk memboyong anak-anak ke kota tetangga yang berjarak kurang lebih 2 jam atas permintaan suami, saya tidak mengalami pemeriksaan lagi. Di kota tetangga ini, peraturan justru lebih ketat dengan adanya pembatasan aktivitas dengan memberlakukan jam tutup dan buka jalan di jam-jam tertentu. Namun ini tidak terlalu menjadi masalah bagi saya, sebab saya juga bukan tipikal yang suka keluar rumah jika tidak ada keperluan.
Bagi saya pandemi yang terjadi saat ini tidak menyurutkan arti kebahagiaan. Karena ada tidaknya pandemi, kita memang harus selalu bahagia. Mama saya selalu mengingatkan untuk tetap bersyukur apapun keadaan kita dan hal inilah yang juga selalu saya ingat dan berusaha untuk jalani. Menurut mentor saya di suatu kelas yang saya ikuti pun kita diarahkan dan disarankan untuk memperbanyak energi positif yang masuk kedalam diri dan membuang jauh energi negatif, contohnya seperti tidak ikut menyebarkan berita virus jika belum tahu kebenarannya.
Dampak pandemi tentunya memang membuat sebagian besar orang mendapat kesulitan dan kesusahan. Yang sangat terlihat jelas sekali adalah dari segi ekonomi. Tapi ada juga dampak yang membuat kebahagiaan itu bertambah, yaitu seperti lebih banyaknya waktu bagi anak-anak dengan orangtuanya terutama bagi yang orangtuanya memang bekerja di kantor namun saat ini diminta untuk bekerja dari rumah.
Semua yang sedang terjadi saat ini menurut saya adalah tinggal bagaimana cara kita menyikapi situasi dan kondisi yang sedang berlangsung. Seperti yang saya kemukakan di atas bahwa bersyukurlah selalu, menerima dengan ikhlas dan jalani dengan hati lapang, sehingga diharapkan kita akan selalu bahagia apapun yang sedang terjadi. Karena jika kita berpikir positif, maka niscaya hasilnya akan positif, begitupun sebaliknya. Berdoalah selalu dan meminta kepada Yang Maha Kuasa agar pandemi ini segera berlalu dan pulih sediakala. Kata orang, bahagia itu kita sendiri yang munculkan, jadi berusaha selalu berpikir dan berlaku baik saja agar kebahagiaan tidak sirna dari diri kita juga keluarga.


*pic source: power of positivity




Bundles of Stories - Simplicity Writing

Waktu itu Berharga

    Aku menutup buku catatan harianku setelah selesai menuliskan rencana kegiatan untuk esok hari. Ini satu diantara kegiatan di akhir har...